
Pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan tren yang mengkhawatirkan dengan penurunan signifikan di kuartal III 2025. Data terbaru yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 5,04 persen secara tahunan (year on year), melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang masih mencapai 5,12 persen. Angka ini menjadi sinyal peringatan tentang rapuhnya fondasi perekonomian kita saat ini.
Jika kita lihat secara lebih mendalam, data pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang Januari-September 2025 secara kumulatif mencapai 5,01 persen[-2], sedikit di bawah asumsi makro APBN yang ditetapkan pada angka 5,2 persen. Meskipun demikian, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap bertahan di atas 5 persen, lebih tinggi dibandingkan capaian pada kuartal I dan paruh pertama 2025. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal III 2025 berdasarkan harga berlaku tercatat sebesar Rp6.060 triliun.
Sebelumnya, beberapa ekonom telah memproyeksikan perlambatan ini. Bahkan, Ryan Kiryanto, Ekonom Senior dan Associate Faculty LPPI, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III 2025 hanya akan berkisar antara 4,9 persen hingga 5,0 persen. Namun, bagaimana sebenarnya dampak dari perlambatan ini terhadap berbagai sektor ekonomi? Apa faktor-faktor utama yang menyebabkan merosotnya angka pertumbuhan ekonomi kita? Mari kita bahas lebih lanjut dalam artikel ini.
Pada Rabu (5/11/2025), Badan Pusat Statistik (BPS) secara resmi mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III 2025 mencapai 5,04% secara tahunan (year on year). Angka ini menunjukkan perlambatan dibandingkan kuartal II 2025 yang tumbuh 5,12%. Meskipun melambat, pertumbuhan ini masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya mencapai 4,95%.
Berdasarkan data BPS, nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia kuartal III 2025 atas dasar harga berlaku tercatat sebesar Rp6.060 triliun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan sebesar Rp3.444,8 triliun. Secara kuartalan (quarter-to-quarter), ekonomi Indonesia tumbuh 1,43%.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud, menyatakan pertumbuhan ini ditopang oleh kinerja ekspor yang tetap baik dengan pertumbuhan 9,91% dan konsumsi pemerintah yang meningkat signifikan sebesar 5,49%. Sementara itu, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,89% dan investasi (PMTB) tumbuh 5,04%.
Secara kumulatif, sepanjang periode Januari-September 2025, ekonomi nasional tumbuh 5,01% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Capaian ini menunjukkan ekonomi Indonesia masih berada pada jalur untuk mencapai target pertumbuhan tahunan 5,2%.
Data BPS menunjukkan konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi menjadi komponen utama yang berkontribusi terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi. Meskipun keduanya masih memberikan kontribusi besar terhadap PDB nasional sebesar 82,23%, namun pertumbuhannya mengalami penurunan.
Konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,89% (yoy), melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 4,97%. Meskipun tetap menjadi sumber pertumbuhan tertinggi dengan kontribusi 2,54%, melambatnya konsumsi ini disebabkan oleh masyarakat yang semakin berhati-hati dalam berbelanja. Pola konsumsi dibayangi precautionary saving, sejalan dengan menurunnya optimisme ekonomi masyarakat yang hanya mencapai indeks 5,16 dari skala 10.
Sementara itu, PMTB tumbuh 5,04% (yoy), didukung oleh keyakinan pelaku usaha terhadap prospek ekonomi nasional. Namun, pertumbuhan ini terkendala oleh peningkatan standar penyaluran kredit perbankan, di mana perbankan lebih memilih menempatkan kelebihan likuiditas pada surat-surat berharga daripada menyalurkan kredit.
Faktor eksternal yang turut memengaruhi perlambatan ini antara lain ketidakpastian pasar tenaga kerja, dengan 67,6% responden menyaksikan atau mengalami PHK dalam enam bulan terakhir, serta menurunnya pendapatan rumah tangga yang diakui oleh 33,8% responden. Kondisi ini terjadi bersamaan dengan peningkatan harga kebutuhan pokok yang dirasakan oleh 96,9% masyarakat.
Di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi, ekspor dan belanja pemerintah menjadi penyelamat bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2025. Badan Pusat Statistik mencatat ekspor barang dan jasa mengalami pertumbuhan paling tinggi dibandingkan komponen pengeluaran lainnya, yakni sebesar 9,91% (yoy). Kinerja positif ini terutama didorong oleh kenaikan nilai dan volume ekspor barang nonmigas serta ekspor jasa.
Beberapa komoditas nonmigas yang mengalami peningkatan ekspor antara lain lemak dan minyak hewani atau nabati, besi dan baja, mesin dan peralatan listrik, serta kendaraan dan bagiannya. Nilai ekspor barang Indonesia pada kuartal III 2025 tercatat sebesar 74,39 miliar dolar AS, tumbuh 8,96% secara tahunan. Sementara impor hanya tumbuh 1,18%, sehingga kinerja ekspor bersih mencapai 57,75%—tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Secara bersamaan, belanja pemerintah tumbuh signifikan sebesar 5,49% (yoy), berbalik dari kontraksi 0,33% pada kuartal sebelumnya. Pertumbuhan ini didorong oleh belanja pegawai yang meningkat 9,40% dan belanja barang sebesar 4,71%. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa realisasi tersebut menunjukkan APBN dikelola secara efektif, diperkuat koordinasi erat dengan otoritas moneter dan sektor keuangan.
Pemerintah juga menyalurkan dukungan fiskal melalui penempatan Rp200 triliun kas negara secara hati-hati untuk menjaga likuiditas perekonomian. Untuk mendorong pertumbuhan lebih lanjut, pemerintah telah mengumumkan delapan program stimulus ekonomi hingga akhir 2025 senilai Rp16,23 triliun.
Secara keseluruhan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke level 5,04% pada kuartal III 2025 memberikan gambaran ekonomi nasional yang berada pada posisi penuh tantangan. Meskipun mengalami penurunan, angka tersebut masih berada di atas 5% dan lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Perlambatan konsumsi rumah tangga dan investasi menjadi faktor utama yang menyebabkan merosotnya pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun demikian, kinerja ekspor yang tumbuh 9,91% dan belanja pemerintah yang meningkat 5,49% telah menjadi penopang utama ekonomi Indonesia. Fakta ini menunjukkan ketahanan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global. Pemerintah juga telah mengeluarkan berbagai stimulus ekonomi senilai Rp16,23 triliun untuk mendorong pertumbuhan hingga akhir tahun.
Tantangan ke depan tentunya masih cukup berat. Masyarakat yang semakin berhati-hati dalam berbelanja akibat ketidakpastian pasar tenaga kerja dan kenaikan harga kebutuhan pokok perlu mendapat perhatian khusus. Selain itu, perbankan yang lebih memilih menempatkan kelebihan likuiditas pada surat berharga daripada menyalurkan kredit juga menjadi hambatan tersendiri bagi pertumbuhan investasi.
Terlepas dari berbagai tantangan tersebut, ekonomi Indonesia masih berada pada jalur untuk mencapai target pertumbuhan tahunan. Sinergi kebijakan antara pemerintah dan otoritas moneter akan sangat menentukan arah pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal terakhir 2025. Dengan pengelolaan yang efektif dan koordinasi yang baik, harapan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kembali ke jalur yang lebih kuat masih terbuka lebar.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.