
Tanah longsor banjarnegara telah menewaskan dua warga dan menimbun 27 orang lainnya yang hingga kini masih dilaporkan hilang. Bencana yang terjadi pada Minggu (16/11) sekitar pukul 14.30 WIB ini melanda Dusun Situkung, Desa Pandanarum, Kecamatan Pandanarum. Kami mendapatkan informasi bahwa dua korban meninggal merupakan perempuan yakni Darti (29 tahun) dan Luwik (40).
Berdasarkan berita tanah longsor banjarnegara hari ini, sebanyak 823 warga dari empat RT ikut terdampak dan saat ini telah diungsikan ke lokasi yang lebih aman. Selain korban jiwa, bencana tanah longsor banjarnegara ini juga mengakibatkan kerusakan fisik yang cukup parah.
Sekitar 35 rumah dilaporkan tertimbun longsor, sedangkan 35 rumah lain terancam karena retak dan berada di zona bahaya, serta 195 rumah terdampak.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah menurunkan bantuan logistik dan makanan bagi ratusan korban beberapa jam setelah kejadian, sementara tim gabungan saat ini fokus pada pencarian warga yang menyelamatkan diri masuk ke hutan.
Pencarian intensif terus dilakukan pasca tanah longsor banjarnegara yang merenggut nyawa dua warga. Esiah (22) ditemukan dalam kondisi meninggal setelah tertimbun material longsor pada Senin pagi sekitar pukul 07.40 WIB, sementara Lewih (40) wafat saat dirawat di RSUD Hj Anna Lasmanah Banjarnegara.
Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Semarang Budiono menegaskan bahwa tim SAR gabungan kini berfokus mencari 27 warga yang masih hilang. “Data terakhir yang kami peroleh, masih ada 27 warga yang belum diketahui keberadaannya dan menjadi fokus untuk kami lakukan pencarian esok hari,” ujarnya.
Namun, ada kemajuan signifikan ketika tim berhasil mengevakuasi 41 warga yang sebelumnya menyelamatkan diri ke kawasan hutan saat material longsor mulai bergerak. Sebanyak 150 personel telah diterjunkan untuk melakukan evakuasi dengan dukungan dari BPBD Banjarnegara, TNI, Polri, relawan, dan masyarakat setempat.
Gubernur Jawa Tengah Ahmad Lutfi menginstruksikan percepatan pencarian korban sebagai prioritas utama. “Ini hal yang sangat manusiawi dalam budaya kita. Semua orang ingin berkumpul kembali dengan keluarganya. Jika pun sudah meninggal, keluarga ingin merawatnya dengan baik,” ujarnya setelah meninjau lokasi longsor.
Upaya pencarian semakin optimal karena pagi ini cuaca cerah berkat Operasi Modifikasi Cuaca yang dilakukan BNPB. Tim SAR dibagi menjadi tiga area pencarian: Sektor A di wilayah RT 3, Sektor B dan C di wilayah RT 2. Pemerintah Provinsi juga telah memastikan 10 unit alat berat segera tiba di lokasi untuk mempercepat proses evakuasi.
Jumlah pengungsi akibat bencana tanah longsor banjarnegara terus bertambah. Hingga Selasa (18/11), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara mencatat sebanyak 937 warga telah mengungsi. Mereka ditempatkan di tiga lokasi pengungsian utama: Kantor Kecamatan Pandanarum, GOR Desa Beji, dan Gedung Haji Desa Pringamba.
Sementara itu, akses menuju lokasi bencana masih terkendala. Tim SAR menghadapi kesulitan karena jalur utama tertutup material longsor dan hanya bisa dilalui kendaraan roda dua. Menanggapi situasi ini, Kementerian Pekerjaan Umum telah menurunkan delapan unit excavator mini ke Dusun Situkung untuk menyingkirkan material longsor dan membuka kembali jalur vital yang terputus.
“Kondisi tanah masih bergerak dan ini sangat berbahaya,” kata petugas BPBD Banjarnegara. Akibatnya, akses warga dan relawan menuju titik utama lokasi bencana dibatasi karena pergerakan tanah masih terus terjadi.
Untuk memenuhi kebutuhan para pengungsi, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah mengirimkan bantuan logistik dan mendirikan dapur umum di area Kantor Kecamatan Pandanarum. Pada Senin, telah dibagikan 1.000 paket nasi bungkus pada pagi hari dan 1.200 paket pada siang hari.
“Alhamdulillah ada pertolongan cepat. Kami di sini dibantu makan tiga kali sehari, menunya sangat layak,” ungkap Wastinah, salah satu warga terdampak berita tanah longsor banjarnegara hari ini.
Kisah bertahan hidup muncul dari korban selamat tanah longsor banjarnegara. Puluhan warga berlari ke kandang sapi dan kambing yang berada sekitar 300 meter dari lokasi kejadian saat material longsor mulai bergerak. Tusri, salah satu korban, mengungkapkan bahwa lokasi tersebut memang telah disiapkan sebagai titik aman sejak peristiwa serupa di tahun 2017.
“Dulu pernah ada kejadian serupa pada 2017, tapi tidak separah ini. Waktu itu kami diarahkan juga untuk mengungsi ke kandang sapi, karena lokasi itu katanya aman,” ungkap Tusri.
Perjalanan menuju titik aman tidaklah mudah. Wastinah, korban lainnya, menceritakan bagaimana dia harus berlari menuju hutan. “Saya sempat berlindung di kuburan, terus lari ke hutan. Saya bersama rombongan,” tuturnya.
Sementara itu, 51 warga Dusun Situkung terpaksa bermalam di kandang ternak sebelum berhasil dievakuasi. Mereka kemudian harus berjalan kaki selama dua jam melewati jalur penuh retakan dan licin untuk mencapai titik penjemputan.
Letkol CZI Teguh Prasetyanto dari Dandin 0704/Banjarnegara memastikan puluhan warga yang terjebak di hutan telah berhasil dievakuasi. Masyarakat diimbau tidak mendekat ke lokasi kejadian karena kondisi tanah masih terus bergerak, berisiko menimbulkan longsor susulan. Beberapa korban berharap bisa direlokasi. “Kalaupun rumah kami dipindahkan, tidak apa-apa. Yang penting aman karena lokasi di situ sudah rawan,” kata Tusri.
Bencana tanah longsor Banjarnegara telah menimbulkan dampak kemanusiaan yang mendalam bagi warga setempat. Hingga saat ini, dua nyawa telah terenggut dan 27 warga masih belum ditemukan, sementara ratusan warga terpaksa mengungsi meninggalkan rumah mereka.
Secara keseluruhan, peristiwa ini menunjukkan betapa rentannya kawasan tersebut terhadap bencana alam, terutama mengingat kejadian serupa pernah terjadi pada tahun 2017 meskipun tidak separah saat ini.
Tim SAR gabungan terus bekerja keras mencari korban yang hilang meski menghadapi tantangan akses jalan yang terputus dan kondisi tanah yang masih bergerak.
Tentu saja, prioritas utama tetap pada penyelamatan nyawa dan pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi. Dapur umum dan bantuan logistik telah disediakan, namun tantangan masih menghadang para korban yang harus beradaptasi dengan kehidupan di pengungsian.
Kisah-kisah penyelamatan diri warga memberikan gambaran jelas tentang trauma dan ketangguhan mereka menghadapi bencana. Namun, banyak dari mereka kini mulai mempertimbangkan relokasi sebagai solusi jangka panjang untuk keselamatan keluarga.
Dengan demikian, pemerintah daerah maupun pusat perlu memikirkan langkah-langkah mitigasi bencana yang lebih efektif di wilayah Banjarnegara yang memang rawan longsor.
Sementara itu, solidaritas dari berbagai pihak telah terlihat dari keterlibatan TNI, Polri, BPBD, relawan, dan masyarakat dalam upaya pencarian dan pertolongan. Masyarakat berharap proses pencarian dan pemulihan pascabencana dapat dilakukan dengan cepat dan efektif.
Musibah ini sekali lagi mengingatkan kita semua akan pentingnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda alam dan kesiapsiagaan menghadapi bencana, khususnya bagi warga yang tinggal di kawasan rawan bencana.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.