Site icon ViralNih.com

Profil Sri Purnomo Bupati Sleman yang Kini Ditahan KPK Kasus Dana Hibah

Profil Sri Purnomo Bupati Sleman yang Kini Ditahan KPK Kasus Dana Hibah

Profil Sri Purnomo Bupati Sleman yang Kini Ditahan KPK Kasus Dana Hibah

Selasa malam, 28 Oktober 2025, menjadi malam yang kelam bagi Sri Purnomo. Mantan Bupati Sleman dua periode ini keluar dari gedung Kejaksaan Negeri Sleman dengan rompi tahanan berwarna oranye dan tangan terborgol.

Penahanan Sri Purnomo menandai babak baru dalam kasus korupsi dana hibah pariwisata yang telah bergulir sejak April 2023. Kini, sosok yang pernah dipercaya memimpin Kabupaten Sleman selama 10 tahun harus mendekam di Lapas Kelas IIA Yogyakarta atau Lapas Wirogunan.

Kasus Sri Purnomo ini menjadi sorotan publik karena melibatkan dana hibah pariwisata senilai miliaran rupiah yang seharusnya digunakan untuk menangani dampak pandemi Covid-19. Lebih menyedihkan lagi, Sri Purnomo menjadi kepala daerah pertama di DIY yang ditahan karena dugaan korupsi dana hibah pariwisata pada masa pandemi.

Buat kamu yang ingin tahu lebih dalam tentang sosok Sri Purnomo, latar belakang kasus korupsi Sri Purnomo, dan bagaimana perjalanan hidupnya hingga akhirnya ditahan, artikel ini akan mengupas tuntas profil Sri Purnomo Bupati Sleman beserta kronologi kasus yang menjeratnya.

Profil Sri Purnomo Bupati Sleman yang Kini Ditahan KPK

Sebelum terjerat kasus korupsi, Sri Purnomo memiliki rekam jejak panjang yang cukup mengesankan. Lahir di Klaten pada 22 Februari 1961, pria berusia 64 tahun ini mengawali kariernya sebagai guru Madrasah Tsanawiyah yang mengajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Namun, jiwa wirausahanya juga tidak bisa dipungkiri. Selain menjadi pendidik, Sri Purnomo menekuni usaha mebel yang cukup berkembang.

Dari sisi pendidikan, profil Sri Purnomo Bupati Sleman menunjukkan latar belakang akademis yang solid. Ia menyelesaikan pendidikan sekolah dasar hingga SMA di Klaten, Jawa Tengah. Kemudian melanjutkan ke UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, lulus Sarjana Muda pada 1984 dan meraih gelar Sarjana pada 1998. Tidak berhenti di situ, Sri Purnomo melanjutkan studi S2 di Universitas Islam Indonesia untuk memperdalam ilmu dan wawasannya.

Sri Purnomo dikenal sebagai salah satu tokoh pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) di Sleman. Organisasi ini menjadi kendaraan politiknya untuk terjun ke dunia pemerintahan. Selain aktif di partai politik, ia juga tercatat sebagai Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sleman periode 2006-2010. Keterlibatannya di organisasi keagamaan ini menunjukkan bahwa Sri Purnomo memiliki basis massa yang kuat di masyarakat.

Karier politik Sri Purnomo dimulai pada 2005 ketika ia terpilih menjadi Wakil Bupati Sleman mendampingi Ibnu Subiyanto untuk periode 2005-2010. Pasangan mereka berhasil meraih kemenangan dengan 195.464 suara atau 39,58 persen, mengalahkan tiga pasangan calon lainnya. Namun, nasib berkata lain ketika pada 2009, Ibnu Subiyanto terjerat kasus korupsi dan diberhentikan sementara. Akibatnya, Sri Purnomo naik jabatan menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Sleman.

Setelah masa jabatan berakhir, Sri Purnomo kembali maju dan berhasil terpilih sebagai Bupati Sleman periode 2010-2015. Kinerjanya dinilai baik oleh masyarakat sehingga ia kembali dipercaya untuk memimpin Sleman periode kedua, 2016-2021, kali ini berpasangan dengan Sri Muslimatun. Pasangan yang dijuluki “Santun” ini meraih 297.267 suara, mengalahkan pasangan Yuni Satya Rahayu dan Danang Wicaksana Sulistya.

Kustini Sri Purnomo Partai Apa?

Pertanyaan “Kustini Sri Purnomo partai apa” sering muncul di kalangan masyarakat Sleman, terutama karena posisinya sebagai istri Sri Purnomo yang kini menjadi tersangka korupsi. Untuk menjawabnya, kita perlu melihat perjalanan politik Kustini yang cukup menarik.

Istri Sri Purnomo Bupati Sleman ini pertama kali maju dalam Pilkada Sleman 2020. Pada kontestasi tersebut, Kustini Sri Purnomo diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berpasangan dengan Danang Maharsa yang juga kader PDIP. Koalisi yang mendukung Kustini pada Pilkada 2020 terdiri dari PDIP, PAN, Gelora, dan Demokrat. Kustini berhasil menang dan menjadi bupati perempuan pertama sepanjang sejarah Kabupaten Sleman.

Namun, jawaban untuk pertanyaan “Kustini Sri Purnomo partai apa” menjadi lebih kompleks di Pilkada 2024. Kali ini, Kustini tidak lagi diusung oleh PDIP. Ia justru mendapat dukungan dari Partai Amanat Nasional (PAN) sebagai partai utama, berpasangan dengan Sukamto dari PKB. Koalisi Rakyat Sleman yang mengusung Kustini-Sukamto terdiri dari PAN, Partai Perindo, Partai Garuda, PKN, PBB, dan Partai Hanura.

Menariknya, dalam perjalanan menuju Pilkada 2024, Kustini juga mendapatkan dukungan dari PKS. Bahkan, PDIP sempat mengeluarkan rekomendasi untuk Kustini setelah ia mengembalikan formulir pendaftaran bakal calon bupati ke DPC PDIP Kabupaten Sleman pada Mei 2024. Namun, pada akhirnya Kustini memilih koalisi dengan PAN sebagai partai utama.

Jadi, untuk menjawab “Kustini Sri Purnomo partai apa” secara spesifik: Kustini bukanlah kader dari satu partai tertentu, melainkan figur independen yang mendapat dukungan dari berbagai partai. Pada Pilkada 2020, ia diusung PDIP, sedangkan di Pilkada 2024, ia diusung koalisi yang dipimpin PAN.

Istri Sri Purnomo Bupati Sleman ini lahir di Jepara pada 12 Oktober 1960. Kustini berasal dari keluarga religius yang aktif di organisasi Muhammadiyah. Ia menempuh pendidikan Sarjana Muda dan S1 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mengambil Jurusan Perbandingan Agama di Fakultas Ushuluddin.

Sebelum terjun ke politik, Kustini dikenal sebagai pengusaha mebel dari Jepara yang cukup sukses. Namun, sejak suaminya terpilih menjadi Wakil Bupati dan kemudian Bupati Sleman, Kustini meninggalkan bisnis furnitur yang sudah memiliki karyawan hingga 30 orang untuk fokus pada kegiatan sosial dan organisasi.

Selama menjabat sebagai istri bupati, Kustini sangat aktif di berbagai organisasi seperti Ketua TP PKK, Ketua Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah), Perwosi (Persatuan Wanita Olahraga Seluruh Indonesia), hingga Pimpinan Daerah Aisyiyah Kabupaten Sleman. Prestasi yang diraihnya pun tidak sedikit, mulai dari penghargaan tertib administrasi hingga inovasi seperti batik motif Parijotho Salak yang kini menjadi ikon Kabupaten Sleman.

Latar Belakang Kasus Korupsi Sri Purnomo Bupati Sleman

Kasus korupsi Sri Purnomo bermula pada tahun 2020 ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Saat itu, Kabupaten Sleman memperoleh dana hibah dari Kementerian Keuangan sebesar Rp68.518.100.000 dalam rangka penanganan dampak pandemi Covid-19. Dana ini diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 46/PMK/07/2020.

Dana hibah pariwisata tersebut seharusnya disalurkan kepada desa wisata dan desa rintisan wisata yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melalui Keputusan Menteri Nomor KM/704/PL.07.02/M-K/2020 tanggal 9 Oktober 2020. Namun, dalam praktiknya, dugaan korupsi dana hibah mulai mencuat karena penyalurannya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Modus yang digunakan dalam kasus Sri Purnomo adalah dengan menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 49 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemberian Hibah Pariwisata, tertanggal 27 November 2020. Perbup ini menjadi dasar dalam penetapan alokasi dana hibah. Masalahnya, Sri Purnomo menetapkan penerima hibah dari kelompok masyarakat sektor pariwisata di luar desa wisata dan desa rintisan wisata yang telah ada di Kabupaten Sleman.

Langkah ini jelas bertentangan dengan perjanjian hibah yang telah disepakati antara Kemenkeu dengan Pemkab Sleman. Dana hibah pariwisata seharusnya diberikan kepada desa wisata yang sudah terdaftar, bukan kepada kelompok masyarakat yang tidak termasuk dalam kriteria penerima hibah.

Dugaan korupsi dana hibah ini mulai diselidiki oleh Kejaksaan Negeri Sleman sejak April 2023. Penyidik melakukan pemeriksaan intensif dengan memeriksa hampir 300 orang saksi, termasuk kelompok penerima hibah, Dinas Pariwisata, hingga individu yang mengetahui proses pengelolaan dana hibah tersebut. Sri Purnomo sendiri sempat diperiksa sebagai saksi sebanyak dua kali sebelum akhirnya statusnya ditingkatkan menjadi tersangka.

Pada 30 September 2025, Kejaksaan Negeri Sleman resmi menetapkan Sri Purnomo sebagai tersangka. Kepala Kejari Sleman, Bambang Yunianto, mengonfirmasi penetapan tersebut: “Tertanggal hari ini, kita menaikkan status saksi ditetapkan menjadi tersangka atas nama SP [eks] Bupati Sleman.”

Sri Purnomo dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 dan/atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal-pasal ini mengatur tentang tindak pidana korupsi yang memperkaya diri sendiri atau orang lain dan menyalahgunakan kewenangan.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Sri Purnomo belum langsung ditahan. Namun, setelah pemeriksaan intensif selama hampir 10 jam pada 28 Oktober 2025, dengan 35 pertanyaan yang diajukan penyidik, Kejari Sleman akhirnya memutuskan untuk menahan Sri Purnomo. Penahanan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Negeri Sleman Nomor: PRINT-03/M.4.11/Fd.1/10/2025 tanggal 28 Oktober 2025.

Keputusan penahanan ini didasarkan pada pertimbangan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) huruf a KUHAP. Menurut Kepala Kejari Sleman, Bambang Yunianto, ada kekhawatiran tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya. Sri Purnomo ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta atau Lapas Wirogunan selama 20 hari ke depan terhitung sejak 28 Oktober 2025.

Saat ditanya oleh wartawan usai penahanan, Sri Purnomo hanya berkata singkat: “Pasrahkan semuanya ke kuasa hukum.” Wajahnya tampak datar meski sorotan kamera dan pertanyaan media menghujani langkahnya menuju mobil Avanza hitam yang akan membawanya ke Lapas Wirogunan sekitar pukul 19.30 WIB.

Kuasa hukum Sri Purnomo, Soepriyadi, angkat bicara terkait penahanan kliennya. Menurutnya, Sri Purnomo sangat kooperatif selama menjalani proses hukum, baik di tingkat penyelidikan maupun penyidikan. Bahkan, kliennya tetap memenuhi panggilan penyidik meskipun kondisi kesehatannya kurang baik.

Soepriyadi menyimpan pertanyaan besar tentang dugaan memperkaya diri atau orang lain yang dituduhkan terhadap Sri Purnomo. Menurutnya, selama proses penyelidikan dan penyidikan, tidak ada satupun bukti dan saksi yang menunjukkan bahwa kliennya menikmati Rp1 rupiah pun uang hasil korupsi. “Sekejam itukah negara melalui aparat penegak hukum menjadikan tersangka seorang Bupati yang mengambil kebijakan memberikan bantuan kepada masyarakat yang terkena imbas Covid-19?” ujar Soepriyadi.

Kuasa hukum juga berargumen bahwa setiap kebijakan dan keputusan yang lahir dari proses pemberian hibah pariwisata di Kabupaten Sleman telah melalui serangkaian kajian dan analisa oleh tim pelaksana kegiatan. Ia berpendapat bahwa Sri Purnomo tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban secara pribadi karena telah ada pelimpahan wewenang secara delegasi kepada tim pelaksana melalui surat keputusan tanggal 23 November 2020 dan 4 Desember 2020.

Namun, argumentasi ini tampaknya tidak mengubah sikap penegak hukum. Kejaksaan tetap pada pendiriannya bahwa Sri Purnomo sebagai Bupati memiliki tanggung jawab atas kebijakan yang diambilnya, terutama dalam penerbitan Perbup Nomor 49 Tahun 2020 yang menjadi dasar penyaluran dana hibah kepada kelompok yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Besarnya Dana yang Dikorupsi Sri Purnomo

Berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dari BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) Perwakilan DIY Nomor PE.03.03/SR-1504/PW12/5/2024 tanggal 12 Juli 2024, perbuatan Sri Purnomo mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp10.952.457.030 atau sekitar Rp10,95 miliar.

Jumlah kerugian negara sebesar Rp10,9 miliar ini bukan angka yang kecil. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk membantu desa wisata dan desa rintisan wisata yang terdampak pandemi Covid-19 sesuai dengan perjanjian hibah dan Keputusan Menteri Pariwisata. Namun, karena penyaluran yang tidak sesuai ketentuan, dana tersebut justru diberikan kepada kelompok masyarakat di luar kriteria yang telah ditetapkan.

Dalam konteks kasus Sri Purnomo, penting untuk memahami bahwa total dana hibah yang diterima Kabupaten Sleman dari Kementerian Keuangan adalah Rp68.518.100.000. Dari jumlah tersebut, kerugian negara yang ditetapkan BPKP adalah Rp10,9 miliar. Ini berarti tidak semua dana hibah disalurkan dengan cara yang bermasalah, namun porsi yang disalurkan tidak sesuai ketentuan tersebut cukup signifikan, mencapai sekitar 16 persen dari total dana hibah.

Angka kerugian negara Rp10,9 miliar ini dihitung oleh BPKP berdasarkan audit penghitungan kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pariwisata Kabupaten Sleman tahun anggaran 2020. Audit ini merupakan langkah standar dalam penanganan kasus korupsi untuk menentukan besaran kerugian negara yang ditimbulkan.

Kepala Kejari Sleman, Bambang Yunianto, menegaskan bahwa penyidik masih terus mendalami kemungkinan keterlibatan pihak-pihak terkait lainnya dalam kasus ini. “Penyidik masih terus mendalami kemungkinan keterlibatan pihak-pihak terkait lainnya,” kata Bambang. Ini mengindikasikan bahwa Sri Purnomo mungkin bukan satu-satunya pihak yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata ini.

Menariknya, meski hampir 300 saksi telah diperiksa sejak April 2023, nama Kustini Sri Purnomo, istri dari tersangka yang juga menjabat sebagai Bupati Sleman periode 2021-2025, belum muncul dalam daftar saksi yang diperiksa. Bambang Yunianto menjelaskan bahwa keputusan untuk memeriksa anggota keluarga, termasuk istri Sri Purnomo, tergantung pada penilaian penyidik apakah pemeriksaan tersebut diperlukan atau tidak.

Dengan besarnya dana yang dikorupsi Sri Purnomo mencapai hampir Rp11 miliar, kasus ini menjadi salah satu kasus korupsi terbesar yang menimpa kepala daerah di DIY. Sri Purnomo menjadi kepala daerah pertama di Daerah Istimewa Yogyakarta yang ditahan karena kasus korupsi dana hibah pariwisata pada masa pandemi.

Ironisnya, dana hibah tersebut sebenarnya ditujukan untuk membantu sektor pariwisata yang terpukul akibat pandemi Covid-19. Banyak pelaku usaha pariwisata, khususnya di desa wisata, sangat mengharapkan bantuan tersebut untuk bisa bertahan di tengah krisis. Namun, karena penyaluran yang tidak sesuai ketentuan, bantuan tersebut tidak tepat sasaran dan justru menimbulkan kerugian negara yang sangat besar.

Anak Sri Purnomo dan Keluarganya

Berbicara tentang profil Sri Purnomo Bupati Sleman tidak lengkap tanpa membahas keluarganya. Sri Purnomo menikah dengan Kustini Sri Purnomo dan dikaruniai tiga orang anak. Ketiga anak Sri Purnomo ini memiliki prestasi dan karier yang cukup membanggakan.

Anak pertama Sri Purnomo bernama Dr. Aviandi Okta Maulana, S.E., M.Acc., Ak., CA. Ia meniti karier akademis sebagai dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), salah satu universitas terkemuka di Indonesia. Dengan gelar doktor dan berbagai sertifikasi profesi seperti akuntan (Ak) dan chartered accountant (CA), Aviandi menunjukkan dedikasi tinggi dalam bidang akademis dan profesional.

Anak kedua bernama dr. Nudia Rimanda Pangesti. Ia memilih jalur profesi di bidang kesehatan sebagai dokter. Tidak banyak informasi publik tentang tempat praktik atau spesialisasi Nudia, namun keputusannya untuk menjadi dokter menunjukkan kepedulian terhadap kesehatan masyarakat.

Anak ketiga adalah dr. Raudi Akmal. Selain berprofesi sebagai dokter, Raudi juga aktif di dunia politik. Ia tercatat sebagai anggota DPRD Kabupaten Sleman dan menjabat sebagai Ketua DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Kabupaten Sleman. Raudi juga terlibat aktif sebagai tim pemenangan ibunya, Kustini Sri Purnomo, dalam Pilkada Sleman 2020 dan 2024.

Keterlibatan anak Sri Purnomo dalam politik, khususnya Raudi Akmal, menunjukkan bahwa dinasti politik memang ada dalam keluarga ini. Dari Sri Purnomo sebagai Bupati Sleman dua periode, dilanjutkan oleh istrinya Kustini yang juga menjadi Bupati Sleman, hingga Raudi yang menjadi anggota DPRD Sleman, keluarga ini memiliki pengaruh politik yang cukup kuat di Kabupaten Sleman.

Namun, dengan ditahannya Sri Purnomo dalam kasus korupsi dana hibah, tentu hal ini menjadi pukulan berat bagi keluarga. Image politik yang telah dibangun selama bertahun-tahun kini tercemar dengan kasus hukum yang serius. Bagaimana ketiga anak Sri Purnomo ini akan merespons dan menghadapi situasi sulit ini, tentu akan menjadi perhatian publik ke depannya.

Rumah Sri Purnomo dan Harta Kekayaan

Rumah Sri Purnomo terletak di Jaban, Tridadi, Sleman. Lokasi ini menjadi tempat tinggal keluarga Sri Purnomo selama bertahun-tahun. Meskipun tidak banyak informasi detail tentang rumah Sri Purnomo yang terekspos ke publik, yang jelas lokasi tempat tinggalnya berada di wilayah strategis Kabupaten Sleman.

Dari sisi harta kekayaan, data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan ke KPK menunjukkan bahwa Sri Purnomo memiliki kekayaan yang cukup signifikan. Pada 2020, Sri Purnomo melaporkan memiliki total harta kekayaan senilai Rp12,7 miliar, angka tertinggi selama masa jabatannya.

Selama periode kedua masa jabatannya sebagai Bupati Sleman (2016-2021), harta kekayaan yang dilaporkan Sri Purnomo berkisar antara Rp10,9 miliar hingga Rp12,7 miliar. Sementara pada periode pertama (2010-2015), Sri Purnomo tidak melaporkan kekayaannya secara periodik setiap tahun. Ia hanya melaporkan kekayaan pada awal masa jabatan sebesar Rp2,3 miliar dan pada akhir masa jabatan sebesar Rp2,7 miliar.

Peningkatan harta kekayaan yang cukup drastis dari Rp2,7 miliar di akhir periode pertama menjadi sekitar Rp10,9 miliar di awal periode kedua tentu menarik perhatian. Meski peningkatan kekayaan tidak otomatis mengindikasikan adanya tindak pidana korupsi, namun dalam konteks kasus yang kini menjeratnya, angka-angka ini menjadi salah satu aspek yang diperhatikan publik.

Sementara itu, istri Sri Purnomo Bupati Sleman, Kustini, juga melaporkan kekayaan yang cukup besar. Berdasarkan LHKPN per 31 Desember 2023, Kustini memiliki kekayaan sebesar Rp13.147.661.693. Rinciannya terdiri dari tanah dan bangunan sebanyak 12 bidang senilai Rp8.322.700.000, alat transportasi dan mesin senilai Rp214,5 juta, harta bergerak lainnya senilai Rp1.074.500.000, surat berharga senilai Rp2.065.000.000, dan kas setara kas sebesar Rp1.470.961.593.

Dengan kepemilikan 12 bidang tanah dan bangunan, keluarga Sri Purnomo memang memiliki aset properti yang cukup banyak. Namun, perlu dicatat bahwa kepemilikan harta kekayaan yang besar tidak selalu berarti diperoleh dari tindak pidana korupsi. Keluarga ini juga memiliki usaha mebel yang telah dirintis sejak lama, sebelum Sri Purnomo terjun ke dunia politik.

Sri Purnomo Kasus: Proses Hukum yang Masih Berjalan

Kasus Sri Purnomo saat ini masih dalam tahap penyidikan. Setelah ditahan pada 28 Oktober 2025, Sri Purnomo dijadwalkan menjalani masa penahanan selama 20 hari di Lapas Kelas IIA Yogyakarta atau Lapas Wirogunan. Selama masa penahanan ini, penyidik akan terus melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan pengumpulan bukti-bukti tambahan.

Kepala Kejari Sleman, Bambang Yunianto, menegaskan bahwa semua proses hukum berjalan sesuai prosedur. “Semua proses hukum berjalan sesuai prosedur. Kami masih mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain,” kata Bambang. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa penyidik masih akan mengusut kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata ini.

Sri Purnomo kasus ini menjadi preseden penting di DIY karena ini adalah pertama kalinya seorang kepala daerah ditahan karena kasus korupsi dana hibah pariwisata pada masa pandemi. Status Sri Purnomo ditahan mengirimkan pesan tegas bahwa tidak ada yang kebal hukum, termasuk mantan pejabat yang pernah dipercaya memimpin daerah.

Setelah masa penyidikan selesai, berkas perkara akan dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi untuk dilakukan penelitian berkas (P-21). Jika berkas dinyatakan lengkap, maka kasus akan dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan. Di persidangan nanti, semua bukti akan dipertunjukkan dan Sri Purnomo akan memiliki kesempatan untuk membela diri.

Dakwaan yang dikenakan kepada Sri Purnomo cukup serius. Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor mengatur tentang setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sementara Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor mengatur tentang setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Dengan ancaman hukuman yang cukup berat tersebut, Sri Purnomo kasus ini bisa menjadi pembelajaran penting bagi para pejabat publik lainnya untuk selalu berhati-hati dalam mengambil kebijakan, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara.

Kuasa hukum Sri Purnomo, Soepriyadi, menyatakan akan terus mendampingi kliennya dalam proses hukum. Ia berjanji akan menggunakan segala upaya hukum yang tersedia untuk membela Sri Purnomo. “Kami akan membuktikan bahwa klien kami tidak melakukan tindak pidana korupsi. Semua kebijakan yang diambil adalah untuk kepentingan masyarakat yang terkena dampak pandemi,” ujar Soepriyadi.

Namun, terlepas dari pembelaan kuasa hukum, fakta bahwa audit BPKP telah menetapkan kerugian negara sebesar Rp10,9 miliar menjadi bukti yang cukup kuat. Penyaluran dana hibah kepada kelompok masyarakat di luar kriteria yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri juga menjadi fakta yang sulit dibantah.

Publik kini menanti kelanjutan proses hukum Sri Purnomo kasus ini. Apakah ia akan terbukti bersalah atau tidak, itu akan diputuskan oleh pengadilan. Yang jelas, kasus ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan dana publik, terutama dana bantuan yang ditujukan untuk menolong masyarakat di masa sulit.

Kesimpulan

Profil Sri Purnomo Bupati Sleman yang kini ditahan KPK menunjukkan perjalanan hidup yang penuh lika-liku. Dari seorang guru Madrasah Tsanawiyah dan pengusaha mebel, ia berhasil naik menjadi Bupati Sleman dua periode yang dipercaya memimpin kabupaten selama 10 tahun.

Karier politiknya dimulai dari menjadi salah satu pendiri PAN di Sleman, menjadi Wakil Bupati, kemudian Bupati dua periode.

Sri Purnomo memiliki latar belakang pendidikan yang solid, menyelesaikan S1 dan S2, serta aktif di berbagai organisasi seperti Muhammadiyah dan PAN. Ia menikah dengan Kustini Sri Purnomo dan memiliki tiga orang anak yang sukses di bidangnya masing-masing: seorang dosen di UGM dan dua orang dokter, salah satunya aktif di politik sebagai anggota DPRD Sleman.

Kustini Sri Purnomo, istri Sri Purnomo Bupati Sleman, melanjutkan estafet kepemimpinan sebagai Bupati Sleman periode 2021-2025 dan kembali maju di Pilkada 2024. Ketika ditanya “Kustini Sri Purnomo partai apa”, jawabannya adalah ia merupakan figur independen yang mendapat dukungan dari berbagai partai – PDIP di Pilkada 2020 dan koalisi yang dipimpin PAN di Pilkada 2024.

Namun, karier gemilang Sri Purnomo ternoda dengan kasus korupsi Sri Purnomo yang kini menjeratnya. Dugaan korupsi dana hibah pariwisata senilai Rp68,5 miliar pada masa pandemi Covid-19 menyeret Sri Purnomo menjadi tersangka pada 30 September 2025. Audit BPKP menetapkan kerugian negara akibat perbuatan Sri Purnomo mencapai Rp10,9 miliar.

Modus dalam kasus korupsi Sri Purnomo adalah dengan menerbitkan Perbup yang memungkinkan penyaluran dana hibah pariwisata kepada kelompok masyarakat di luar kriteria yang telah ditetapkan Kementerian Pariwisata. Seharusnya dana diberikan kepada desa wisata dan desa rintisan wisata yang terdampak pandemi, namun malah disalurkan ke kelompok lain yang tidak sesuai ketentuan.

Setelah hampir 300 saksi diperiksa sejak April 2023, Sri Purnomo ditahan pada 28 Oktober 2025. Status Sri Purnomo ditahan di Lapas Kelas IIA Yogyakarta selama 20 hari untuk proses penyidikan lebih lanjut. Ia menjadi kepala daerah pertama di DIY yang ditahan karena dugaan korupsi dana hibah pariwisata pada masa pandemi.

Sri Purnomo dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 dan/atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Dengan dana yang dikorupsi Sri Purnomo mencapai hampir Rp11 miliar, kasus ini menjadi salah satu kasus korupsi terbesar yang menimpa kepala daerah di DIY.

Kuasa hukum membela Sri Purnomo dengan argumen bahwa kliennya tidak menikmati sepeser pun dari dana hibah dan semua kebijakan telah melalui kajian tim pelaksana. Namun, fakta audit BPKP dan penyaluran dana yang tidak sesuai ketentuan menjadi bukti kuat dalam kasus Sri Purnomo.

Rumah Sri Purnomo berlokasi di Jaban, Tridadi, Sleman. Berdasarkan LHKPN, ia memiliki kekayaan yang meningkat signifikan dari periode pertama ke periode kedua masa jabatannya, mencapai Rp12,7 miliar pada 2020. Sementara Kustini memiliki kekayaan sebesar Rp13,1 miliar dengan 12 bidang tanah dan bangunan.

Anak Sri Purnomo yang tiga orang – Dr. Aviandi Okta Maulana (dosen UGM), dr. Nudia Rimanda Pangesti (dokter), dan dr. Raudi Akmal (dokter dan Ketua DPD PAN Sleman) – kini harus menghadapi kenyataan pahit bahwa ayah mereka ditahan karena kasus korupsi.

Kasus Sri Purnomo tersangka korupsi dana hibah pariwisata ini memberikan pelajaran penting tentang akuntabilitas pejabat publik. Tidak peduli seberapa tinggi jabatan atau prestasi seseorang, jika terbukti melakukan korupsi, hukum harus ditegakkan. Dana hibah pariwisata yang seharusnya membantu pelaku usaha pariwisata bertahan di masa pandemi justru menimbulkan kerugian negara karena penyaluran yang tidak tepat sasaran.

Publik DIY dan Indonesia menanti kelanjutan proses hukum dalam kasus ini. Apakah Sri Purnomo akan terbukti bersalah atau tidak, pengadilan yang akan memutuskan. Yang jelas, profil Sri Purnomo Bupati Sleman yang sempat cemerlang kini ternoda dengan status tersangka korupsi.

Kasus ini juga mengingatkan semua pejabat publik bahwa jabatan adalah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan integritas, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Dugaan korupsi dana hibah seperti yang dialami Sri Purnomo seharusnya menjadi alarm bagi semua kepala daerah untuk lebih berhati-hati dalam mengelola dana publik, terutama dana bantuan yang ditujukan untuk menolong rakyat di masa sulit.

Transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap regulasi harus menjadi prioritas utama agar tragedi serupa tidak terulang di daerah lain.

Dengan ditahannya Sri Purnomo, kini istri Sri Purnomo Bupati Sleman, Kustini, harus melanjutkan kepemimpinannya di tengah badai kasus hukum yang menimpa suaminya.

Bagaimana hal ini akan mempengaruhi elektabilitas Kustini di Pilkada 2024 yang akan berlangsung dalam waktu dekat, tentu akan menjadi perhitungan politik yang menarik untuk diamati.

Exit mobile version