PT Minas Pagai Lumber menghadapi situasi sulit ketika ribuan batang kayu gelondongan terdampar di Pantai Tanjung Setia, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung. Sebanyak 4.800 kubik kayu berbagai jenis asal Sumatera Barat ditemukan memenuhi pantai tersebut. Bukan hanya jumlahnya yang mencapai ribuan kubik, temuan ini menjadi sorotan karena terdapat label barcode bertuliskan Kementerian Kehutanan dan “SVLK Indonesia” pada kayu-kayu tersebut.
Kami mendapat informasi bahwa Minas Pagai Lumber Corp PT Kota Padang adalah salah satu pemegang konsesi hutan terbesar di Kepulauan Mentawai. Perusahaan ini diberi mandat untuk mengelola hutan alam di Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan dengan luas mencapai kurang lebih 78 ribu hektare. Kayu tersebut sebenarnya dibawa dari wilayah Sumatera Barat untuk dikirimkan ke Pulau Jawa.
Kemudian kapal yang membawa muatan kayu tersebut diketahui berangkat pada 2 November 2025 dan kandas pada 6 November 2025. Cuaca ekstrem menjadi penyebab utama kapal kehilangan kendali hingga akhirnya terdampar.
Kemenhut temukan label resmi di kayu terdampar
Kapolda Lampung, Irjen Pol Helfi Assegaf, telah turun langsung memeriksa kayu-kayu yang terdampar tersebut pada Senin (8/12/2025). Selama pemeriksaan, beliau menemukan bahwa beberapa batang kayu memiliki label barcode berwarna kuning yang menarik perhatian.
Label kuning tersebut secara jelas mencantumkan kop “Kementerian Kehutanan Republik Indonesia” serta nama perusahaan “PT Minas Pagai Lumber”. Selain itu, pada bagian bawah barcode terdapat logo lingkaran centang bergambar daun dengan tulisan “SVLK INDONESIA” yang merupakan singkatan dari Sistem Verifikasi Legalitas Kayu.
“Kami cek ada barcode dan nomor seri yang menempel di kayu-kayu itu. Sekarang sedang kami telusuri keabsahannya,” kata Irjen Helfi di Mapolda Lampung.
Temuan ini semakin menarik karena potongan kayu tersebut memiliki panjang mencapai 6 meter dan lebar sekitar 1 meter, masih dalam kondisi utuh dengan barcode yang menunjukkan asal kayu dari PT Minas Pagai Lumber, Sumatera Barat.
Sementara itu, Helfi mengungkapkan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan untuk menelusuri asal dan keabsahan dari kayu-kayu gelondongan tersebut. Keberadaan logo SVLK sendiri biasanya menandakan bahwa kayu tersebut telah melalui proses verifikasi legalitas dalam rantai pasok kayu di Indonesia.
Polda Lampung selidiki keabsahan dokumen kayu
Setelah ditemukan label dan barcode, pihak kepolisian segera mengambil tindakan untuk menelusuri keabsahan dokumen kayu. Tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Lampung kini aktif menyelidiki kasus tersebut dengan memeriksa Anak Buah Kapal (ABK) tongkang milik PT Bintang Ronmas Jakarta.
“Ya, kita sedang kerjasama dengan pihak Kementerian Kehutanan untuk mengecek dokumen-dokumen yang mereka miliki, disampaikan kepada kita. Apakah itu betul teregistrasi di sana atau tidak,” jelas Kapolda Lampung, Irjen Helfi Assegaf pada Senin (8/12).
Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Yuni Iswandari, mengungkapkan bahwa total ada 4.800 kubik kayu yang diangkut kapal tersebut. Saat ini, tiga ABK telah diperiksa untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut mengenai asal-usul kayu dan status dokumentasi dari PT Minas Pagai Lumber.
Selain itu, Direktur Ditreskrimsus Polda Lampung, Kombes Dery Agung Wijaya menyatakan penyelidikan sementara fokus pada pembuktian izin. Polda juga tengah memastikan apakah lokasi penebangan masuk dalam kawasan hutan lindung.
Irjen Helfi meminta semua pihak bersabar hingga proses penyelidikan selesai. “Nanti hasilnya akan kita sampaikan kepada rekan-rekan sekalian. Mohon waktunya,” tutupnya.
Kapal tongkang kandas akibat cuaca ekstrem
Kapal tongkang RON MAS 69 milik PT Bintang Ronmas Jakarta menjadi pusat perhatian setelah kandas di Pantai Tanjung Setia. Menurut keterangan resmi, kapal tersebut mulai berlayar dari Sikakap, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat pada 2 November 2025. Tujuan akhir kapal adalah Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah.
Namun, perjalanan tersebut terhenti pada 6 November 2025 ketika kapal terdampar akibat kondisi cuaca yang sangat ekstrem. “Cuaca saat itu sangat ekstrem. Ada tali kapal yang terlilit, sehingga mengakibatkan tongkang terdampar,” jelas Yuni Iswandari, Kabid Humas Polda Lampung.
Akibatnya, kayu-kayu gelondongan yang awalnya berada di dalam kapal mulai berserakan dan hanyut ke pantai. Zainal, salah seorang nelayan setempat, menjelaskan, “Waktu kapal tongkangnya terdampar, kayunya tidak langsung berserakan. Dan beberapa hari kemudian saat ombak besar, kayu-kayu itu mulai hanyut dan menghantam perahu-perahu kami”.
Dampaknya cukup serius bagi masyarakat pesisir. Beberapa perahu nelayan mengalami kerusakan setelah tertabrak gelondongan kayu berukuran besar. Aktivitas nelayan pun terpaksa berhenti total.
“Kami paham ini musibah, tapi tetap harus ada kompensasi atau kebijakan dari pihak perusahaan. Kami juga merasa takut kalau gelombang lagi besar, kayu-kayu ini bisa hanyut dan menabrak perahu lagi,” tambah Zainal.
Hingga kini, kapal tersebut masih berada di lokasi kejadian dan belum bisa dipindahkan. Total muatan kayu yang diangkut mencapai 4.800 kubik yang terdiri dari kayu meranti merah, keruing, dan meranti putih.
Kesimpulan
Kasus kayu gelondongan PT Minas Pagai Lumber yang terdampar di Pantai Tanjung Setia ini jelas memerlukan penyelidikan mendalam. Ribuan batang kayu bernilai ekonomi tinggi kini berserakan di sepanjang pantai, meninggalkan pertanyaan besar tentang status legalitas dan proses pengangkutannya. Meskipun kayu-kayu tersebut memiliki label resmi dari Kementerian Kehutanan dan sertifikasi SVLK Indonesia, keabsahan dokumen tetap menjadi fokus utama penyelidikan Polda Lampung.
Tim penyelidik saat ini bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan untuk memverifikasi seluruh dokumen terkait. Mereka juga memeriksa apakah area penebangan berada di kawasan hutan lindung atau tidak. Perlu dicatat bahwa PT Minas Pagai Lumber memang memiliki konsesi resmi seluas 78 ribu hektare di Kepulauan Mentawai, namun hal ini belum memastikan legalitas pengangkutan kayu yang terdampar tersebut.
Masyarakat pesisir, terutama para nelayan, menjadi pihak yang paling terdampak akibat insiden ini. Kayu-kayu berukuran besar telah menghantam dan merusak perahu-perahu mereka, sehingga aktivitas penangkapan ikan terhenti total. Kondisi ini tentunya membutuhkan perhatian serius dari pihak perusahaan dan pemerintah setempat.
Terlepas dari penyebab kandasnya kapal yang dikaitkan dengan cuaca ekstrem, pertanggungjawaban tetap harus dikedepankan. Nasib 4.800 kubik kayu yang terdiri dari meranti merah, keruing, dan meranti putih ini masih belum jelas. Pihak kepolisian berjanji akan segera mengumumkan hasil penyelidikan mereka.
Kita semua berharap kasus ini dapat diselesaikan dengan adil dan transparan. Pada akhirnya, keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya hutan dan perlindungan lingkungan harus tetap dijaga demi keberlanjutan ekosistem hutan Indonesia untuk generasi mendatang.

