slotvip
slotvip playme8
slot vip playme8
slotVIP3378
slotVIP 3378
slotVIP 3378 Online
slotVIP3378 Online
slotvip3378.online
slotvip3378 Online Main Olympus Mahjong
playme8slot.com
playme8slot
playme8
login playme8
daftar playme8
playme8 resmi
playme8 gacor
playme8 gacor
playme8 slot
Senin, 24 Nov 2025 - :
7 Nov 2025 - 16:54 | 16 Views | 0 Suka

“Kepala Daerah Harus Berbenah,” Bima Arya Ungkap Pesan Jokowi

5 mnt baca

Bima Arya baru-baru ini mengenang pernyataan mantan Presiden Jokowi yang membuat para kepala daerah merasa malu. Ternyata, Jokowi pernah mengkritik secara terbuka tentang keseragaman tagline kota-kota di Indonesia. “Saya tidak habis pikir, seluruh kota di Indonesia itu tagline-nya sama. Semua pakai ‘ber’. Beriman, berhiber, ber, ber, ber, semuanya ‘ber’,” ungkap Jokowi dalam pernyataannya.

Selain kritik tentang tagline, Jokowi juga menyoroti wajah kota-kota Indonesia yang terlihat identik satu sama lain. Menurut beliau, kota-kota tersebut hanya menjadi “lautan ruko, lautan angkot, lautan PKL” tanpa karakter unik yang membedakan satu dengan lainnya. 

Bahkan, kondisi ini seakan menggambarkan bahwa kota-kota di Indonesia menggunakan Standard Operating Procedure (SOP) yang sama dalam pembangunan dan pengelolaannya. Sebagai Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto kini membagikan kritik membangun ini untuk mendorong kepala daerah agar berbenah dan menciptakan kota dengan karakter yang lebih khas.

Bima Arya kenang kritik Jokowi soal kota tanpa karakter

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto mengungkapkan kenangan penting tentang kritik mantan Presiden Joko Widodo. “Menteri, di ujung masa Pak Jokowi, beliau pernah mengeluarkan satu statement yang membuat malu para kepala daerah,” ungkap Bima Arya. Kritik tersebut disampaikan langsung oleh Jokowi saat berada di Kota Bogor.

Menurut Wamendagri Bima Arya, Jokowi secara tegas menyampaikan keheranannya melihat kota-kota di Indonesia yang tidak menunjukkan keunikannya masing-masing. “Saya enggak habis pikir seluruh kota di Indonesia itu tagline-nya sama, semua pakai ber. Beriman, berhiber, ber semuanya ber,” tutur Jokowi saat itu.

Lebih lanjut, Jokowi mengkritisi bahwa kota-kota tersebut tampak seragam dalam berbagai aspek. “Semuanya seolah-olah sama SOP-nya, tagline-nya sama. Kemudian kota-kota itu lautan ruko, lautan angkot, lautan PKL, begitu disambut dengan suasana ambience yang sama,” kenang Bima Arya menyampaikan kritik Jokowi.

Dalam pandangan Jokowi yang dikutip Bima Arya, kota-kota Indonesia membutuhkan terobosan visi dari perencanaan hingga eksekusi agar karakter khasnya dapat terlihat jelas. Bima Arya memandang kritik tajam ini sebagai momentum penting bagi para kepala daerah untuk melakukan perubahan paradigma dalam membangun identitas kota.

Jokowi soroti kesamaan SOP dan wajah kota di Indonesia

Presiden Joko Widodo ternyata sangat memperhatikan keseragaman wajah kota-kota di Indonesia saat masih menjabat. Dalam berbagai kesempatan, Jokowi mengkritisi Standard Operating Procedure (SOP) yang seakan sama di seluruh kota, menghasilkan tampilan yang identik. “Kenapa kota kita ini hampir mirip-mirip semuanya,” tanya Jokowi saat membuka Musyawarah Nasional Luar Biasa APEKSI 2023.

Menurut Jokowi, warna cat pada desain arsitektur pemerintahan di banyak daerah kerap identik dengan simbol partai politik pengusung kepala daerah. “Kadang-kadang kalau masuk ke sebuah kota dari si catnya saja saya sudah tahu ini dari partai apa. Masa warna partai masuk ke kota, ya enggak nyambung,” tegasnya.

Selain itu, Jokowi mencontohkan beberapa daerah yang sesungguhnya memiliki potensi unik namun belum dimaksimalkan:

  • Ambon dengan kekuatan sektor perikanan
  • Lampung dengan potensi buah nanas atau pisang
  • Tomohon di Manado dengan kekayaan bunga

Fenomena “lautan ruko, lautan angkot, lautan PKL” yang dominan di hampir semua kota menurut Bima Arya terjadi akibat pola pembangunan yang ditentukan hanya oleh kesepakatan antara penguasa dan pengusaha. Bahkan Jokowi menegaskan bahwa keseragaman ini menyebabkan kota-kota kehilangan daya tarik dan pembeda di mata wisatawan, investor, maupun masyarakat.

Oleh karena itu, Jokowi menekankan pentingnya setiap daerah menampilkan diferensiasi sesuai dengan karakteristik dan kekuatan potensi yang dimiliki, bukan mengikuti warna atau ciri khas partai politik.

Bima Arya dorong RDTR sebagai solusi kota berkarakter

Sebagai solusi atas permasalahan keseragaman wajah kota, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto menegaskan bahwa Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) merupakan kunci untuk menciptakan kota berkarakter dan berkelanjutan. Menurutnya, RDTR berfungsi sebagai zonasi yang mengatur penempatan serta pemetaan lokasi pembangunan.

“Kita berharap, RDTR ini bisa membuat kota bertransformasi, dari sekadar kota yang sama prototipe-nya, menjadi kota yang kita mimpikan, kota yang berkelanjutan, kota hijau, dan kota inklusif, serta ekonominya tumbuh,” tegas Bima Arya.

Dalam menyusun desain tata ruang yang ideal, Wamendagri Bima Arya menekankan pentingnya memperhatikan beberapa aspek fundamental seperti pelestarian lahan hijau, perlindungan terhadap lahan sawah, serta pengaturan area pembangunan berkelanjutan. Selain itu, RDTR juga harus mampu menampilkan branding atau ciri khas suatu kota meskipun tantangan ini tidak mudah dihadapi.

“Ini tidak mudah, untuk menyulap atau mentransformasi lautan ruko, lautan angkot, lautan PKL menjadi nuansa lokal yang betul-betul kuat,” ungkap Bima Arya.

Wamendagri Bima Arya juga mendorong peran serta masyarakat dalam penyusunan RDTR. Beliau menekankan bahwa Bappeda, Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia, tokoh adat, dan masyarakat harus berkoordinasi secara erat demi mewujudkan perencanaan kota yang partisipatif dan inklusif. Hal ini sejalan dengan prinsip bahwa partisipasi masyarakat merupakan kunci utama dalam menciptakan kebijakan penataan ruang yang berkelanjutan.

Kesimpulan

Kritik tajam yang disampaikan Jokowi tentang keseragaman wajah kota-kota di Indonesia sungguh membuka mata banyak pihak. Ternyata, selama ini kita terjebak dalam pola pembangunan monoton tanpa karakter khas yang membedakan satu kota dengan kota lainnya. Mulai dari penggunaan tagline dengan awalan “ber” hingga pemandangan kota yang didominasi ruko, angkot, dan PKL.

Fenomena ini jelas menunjukkan bahwa kepala daerah perlu mengubah paradigma pembangunan. Alih-alih mengikuti tren atau bahkan warna partai politik, mereka seharusnya fokus pada pengembangan potensi unik daerah masing-masing. Baik itu Ambon dengan kekuatan perikanannya, Lampung dengan nanas dan pisangnya, maupun Tomohon dengan kekayaan bunganya.

Solusi RDTR yang didorong Bima Arya sebagai Wakil Menteri Dalam Negeri memang menjadi langkah strategis untuk mengatasi masalah ini. Namun, kesuksesan implementasinya membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, ahli tata kota, dan masyarakat. Setelah semua, partisipasi publik merupakan kunci utama dalam menciptakan kota berkarakter.

Pada akhirnya, tantangan mentransformasi “lautan ruko, lautan angkot, lautan PKL” menjadi kota dengan nuansa lokal yang kuat memang tidaklah mudah. Meskipun demikian, upaya ini harus terus dilakukan demi mewujudkan kota berkelanjutan, hijau, dan inklusif yang tidak hanya menarik bagi investor dan wisatawan, tetapi juga nyaman bagi warganya sendiri.

Kepala daerah kini memiliki kesempatan emas untuk membuktikan diri sebagai pemimpin visioner yang mampu menciptakan kota dengan identitas unik, bukan sekadar mengekor pada pola pembangunan yang seragam.

Penulis Berita

Tinggalkan Balasan

Bagikan
Beranda
Bagikan
Lainnya
0%