
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, new York mayor terpilih berasal dari latar belakang Muslim. Zohran Mamdani telah mencetak sejarah yang monumental sebagai wali kota Muslim pertama di kota dengan populasi lebih dari 8,4 juta penduduk. Kemenangan ini merupakan titik balik bersejarah bagi kota New York dan Amerika Serikat secara keseluruhan.
Kita menyaksikan momen bersejarah dimana new york city mayor terpilih tidak hanya menjadi Muslim pertama, tetapi juga orang pertama keturunan Asia Selatan dan orang pertama kelahiran Afrika yang memimpin kota terbesar di Amerika. Selain itu, di usia 34 tahun, Mamdani akan menjadi wali kota termuda sejak tahun 1892.
Sebagai current new york mayor terpilih, pencapaiannya semakin berarti karena New York merupakan rumah bagi populasi Muslim terbesar di Amerika Serikat. Yang lebih mengejutkan, who won new york mayor adalah seseorang yang memulai kampanyenya hampir tanpa dikenal, sedikit dana, dan tanpa dukungan institusional dari partai.
Pada saat yang bersejarah ini, kemenangan Mamdani menandai tonggak penting bagi representasi komunitas Muslim di pemerintahan kota besar Amerika. Pemilihan ini juga mencatat rekor dengan lebih dari dua juta suara yang diberikan yang pertama kali terjadi sejak 1969, menurut Dewan Pemilihan Kota New York.
Sebagai pengamat, kami melihat bahwa muslim new york mayor ini menghadapi tantangan besar ke depan, termasuk serangan dari pihak Republik dan skeptisisme dari kalangan establishment Demokrat.
Sejarah terukir pada pemilihan tanggal 4 November 2025 ketika Zohran Mamdani, anggota majelis negara bagian berusia 34 tahun, memenangkan kursi new york mayor. Kemenangan ini merupakan kejutan besar dalam lanskap politik Amerika.
Dalam pertarungan tiga arah yang menarik perhatian nasional, Mamdani berhasil mengalahkan dua pesaing kuatnya: Andrew Cuomo, mantan Gubernur New York yang maju sebagai kandidat independen setelah kalah dalam pemilihan pendahuluan Demokrat, dan Curtis Sliwa, kandidat Partai Republik. Kemenangan ini memantapkan posisi Mamdani sebagai calon pertama sejak 1969 yang melampaui satu juta suara. Selain itu, kesuksesan Mamdani juga menandai kemenangan besar bagi sayap progresif Partai Demokrat.
Dengan sekitar 90% suara terhitung, Mamdani unggul sekitar 9 poin persentase dari Cuomo. Data resmi menunjukkan Mamdani memperoleh 1.036.051 suara (50,4%), Cuomo mendapatkan 854.995 suara (41,6%), dan Sliwa mengumpulkan 146.137 suara (7,1%). Pemilihan ini mencatat rekor dengan lebih dari 2 juta warga New York memberikan suara mereka, merupakan partisipasi tertinggi dalam pemilihan wali kota dalam lebih dari 50 tahun.
Analisis berdasarkan borough menunjukkan dominasi Mamdani di empat dari lima wilayah kota:
Suasana di markas kampanye Mamdani di Brooklyn pecah dalam sorak-sorai ketika Associated Press mengumumkan kemenangannya. Para pendukung saling berpelukan, beberapa dengan berlinang air mata. Dalam pidato kemenangannya, current new york mayor terpilih menyatakan: “New York, malam ini kalian telah memberikan mandat untuk perubahan. Mandat untuk politik jenis baru. Mandat untuk kota yang dapat kita jangkau, dan mandat untuk pemerintahan yang memberikan tepat itu”.
Mamdani juga berjanji untuk “bangun setiap pagi dengan tujuan tunggal – untuk membuat kota ini lebih baik bagi Anda daripada hari sebelumnya”. Sementara itu, Cuomo dalam pidato konsesinnya tetap menunjukkan sikap tegas namun sportif, menawarkan bantuan kepada wali kota yang akan datang. Di sisi lain, Sliwa tetap bersikeras meskipun mengakui kekalahannya dalam upaya keduanya menjadi new york city mayor.
Bagi banyak pendukungnya, kemenangan muslim new york mayor ini merepresentasikan harapan baru bagi kota tersebut. Teriakan “pajak orang kaya” menggema dalam perayaan kemenangan, mencerminkan platform kampanye Mamdani yang berfokus pada distribusi kekayaan untuk masyarakat luas.
Kemenangan Zohran Mamdani sebagai new york mayor membawa beberapa pencapaian bersejarah yang belum pernah terjadi sebelumnya di kota tersebut. Dengan terpilihnya Mamdani, New York kini memiliki pemimpin dengan latar belakang yang mencerminkan keberagaman yang menjadi ciri khas kota ini.
Mamdani lahir di Kampala, Uganda, dari orang tua keturunan India, menjadikannya wali kota pertama kelahiran Afrika untuk memimpin Kota New York. Ia pindah ke New York saat berusia tujuh tahun setelah tinggal sebentar di Cape Town, Afrika Selatan. Pada 2018, ia resmi menjadi warga negara Amerika Serikat, tak lama setelah lulus kuliah. Sebagai muslim new york mayor pertama, Mamdani juga menjadi orang pertama keturunan Asia Selatan yang memegang jabatan tertinggi di kota ini.
Pada usia 34 tahun, Mamdani akan menjadi new york city mayor termuda dalam lebih dari satu abad. Untuk menemukan wali kota yang lebih muda dari Mamdani, kita harus kembali ke abad ke-19: Hugh J. Grant yang diperkirakan berusia 31 tahun saat dilantik pada 1889. Bahkan, rata-rata usia wali kota New York di era pasca-konsolidasi adalah 50,7 tahun.
Terpilihnya Mamdani sebagai current new york mayor memiliki makna mendalam bagi komunitas Muslim di kota yang memiliki populasi Muslim terbesar di Amerika Serikat. Hampir seperempat abad setelah serangan 11 September 2001, kemenangannya menjadi terobosan bagi Muslim Amerika yang merasakan kebanggaan atas kesuksesannya sekaligus kecemasan atas islamofobia yang dipicu oleh kampanyenya.
Selama kampanye, Mamdani aktif berkunjung ke lebih dari 50 masjid, beberapa di antaranya berkali-kali, dan menyelenggarakan telepon massal dalam bahasa Urdu, Arab dan Bangla. Secara khusus, ia juga berkampanye pada shift malam, mengunjungi Bandara LaGuardia untuk bertemu dengan para pengemudi taksi kota—banyak di antaranya adalah Muslim keturunan Asia Selatan, seperti dirinya.
“Impian setiap Muslim hanyalah diperlakukan sama seperti warga New York lainnya. Namun terlalu lama, kami diminta untuk meminta kurang dari itu dan puas dengan sedikit yang kami terima,” katanya dalam pidato emosional yang menggema jauh melampaui kota. “Tidak lagi.”
Keterjangkauan hidup di kota New York menjadi fokus utama kampanye Mamdani yang berhasil menarik perhatian jutaan pemilih. Sepanjang kampanyenya, Mamdani menegaskan bahwa “New York terlalu mahal” dan berjanji menurunkan biaya hidup warga.
Platform kampanye Mamdani berpusat pada tiga janji utama. Pertama, rencana bus gratis yang diperkirakan biayanya kurang dari IDR 12,7 triliun per tahun, dengan manfaat berupa pengurangan waktu perjalanan hingga 12%. Kedua, pembekuan sewa untuk sekitar satu juta apartemen dengan sewa yang distabilkan. Ketiga, penitipan anak universal gratis untuk anak usia 6 minggu hingga 5 tahun yang diperkirakan biayanya antara IDR 79,3 triliun hingga IDR 126,8 triliun. Sebagai tambahan, Mamdani juga berjanji mendirikan lima toko kelontong milik kota dengan perkiraan biaya IDR 951,3 miliar per tahun.
Mamdani berhasil membangun kampanye berbasis media sosial yang efektif dengan konten multilingual. Materi kampanyenya tersedia dalam bahasa Hindi, Urdu, Arab, Bengali, dan bahasa lainnya, secara langsung menyapa pemilih imigran tentang masalah-masalah nyata yang memengaruhi kehidupan mereka. Selain itu, kampanyenya memanfaatkan video viral yang mempromosikan kebijakan-kebijakannya, seperti terjun ke laut beku untuk mengkampanyekan pembekuan sewa.
Koalisi pendukung Mamdani sangatlah beragam. Meskipun demikian, beberapa pemilik bodega sempat menentang rencana toko kelontong milik kota. Namun, Mamdani berhasil memenangkan dukungan mereka dengan janji memotong “red tape” birokrasi. Selama kampanye, current new york mayor ini juga aktif berkunjung ke Bandara LaGuardia pada shift malam untuk bertemu pengemudi taksi—banyak di antaranya adalah Muslim keturunan Asia Selatan. Hal ini menegaskan bahwa kemenangan muslim new york mayor ini merupakan “kemenangan elektoral milik masyarakat kelas pekerja dan menengah yang tidak puas dengan sistem politik”.
Pasca kemenangan bersejarah Mamdani, tantangan politik langsung bermunculan dari berbagai pihak. Kemenangan ini menghasilkan reaksi keras di tingkat nasional dan memicu perdebatan tentang arah politik Amerika.
Presiden Donald Trump secara terang-terangan mengancam akan memotong dana federal untuk New York jika Mamdani terpilih. “Jika Kandidat Komunis Zohran Mamdani memenangkan Pemilihan untuk Wali Kota New York, sangat kecil kemungkinan saya akan memberikan Dana Federal,” tulis Trump di Truth Social. Trump juga menyebut Mamdani sebagai “komunis” dan memperingatkan kota ini akan menghadapi “Bencana Ekonomi dan Sosial Total”.
Senat Minoritas Chuck Schumer bahkan tidak mendukung Mamdani dalam pemilihan. Hakeem Jeffries, pemimpin Demokrat di DPR, hanya memberikan dukungan setengah hati seminggu sebelum pemungutan suara. Kepemimpinan Partai Demokrat tampaknya tidak nyaman dengan kemenangan Mamdani, menunjukkan ketegangan yang berkembang dalam partai.
Paket kebijakan ambisius Mamdani menghadapi tantangan implementasi. JP Morgan Asset Management memperkirakan “banyak inisiatif tidak layak dalam bentuknya saat ini”. Untuk mewujudkan rencana seperti layanan bus gratis, Mamdani membutuhkan persetujuan dari badan negara bagian New York. Meskipun demikian, kemenangannya memberikan pelajaran bagi kandidat Demokrat lainnya tentang pentingnya fokus yang “sangat jelas” pada keterjangkauan.
Kemenangan bersejarah Zohran Mamdani sebagai wali kota New York sungguh mengubah lanskap politik Amerika. Pertama, pencapaian ini membuka pintu representasi bagi komunitas Muslim Amerika yang selama ini sering terpinggirkan. Selain itu, statusnya sebagai keturunan Asia Selatan dan kelahiran Afrika menandai pergeseran penting menuju kepemimpinan yang lebih beragam di kota metropolitan terbesar Amerika.
Namun, jalan Mamdani ke depan penuh tantangan. Ancaman dari pihak Republik, terutama dari mantan Presiden Trump, serta dukungan setengah hati dari tokoh senior Partai Demokrat menunjukkan bahwa muslim new york mayor ini harus bekerja ekstra keras untuk mewujudkan agenda progresifnya. Meskipun demikian, kemenangannya dengan margin yang signifikan memberinya mandat rakyat yang kuat.
Janji-janji kampanyenya tentang transportasi gratis, pembekuan sewa, dan penitipan anak universal kini menghadapi ujian implementasi. Tentu saja, tantangan fiskal dan politik akan menguji ketahanan visinya. Terlebih lagi, usianya yang muda membawa harapan sekaligus keraguan dari berbagai pihak.
Pada akhirnya, kemenangan Mamdani bukan sekadar tentang seorang individu atau kelompok tertentu. Sebaliknya, ini adalah cerminan keinginan warga New York untuk perubahan nyata dalam hal keterjangkauan dan keadilan sosial. Oleh karena itu, kepemimpinannya akan menjadi barometer penting bagi masa depan politik progresif di Amerika.
Sebagai pengamat, kami melihat bahwa kisah Mamdani mengingatkan kita akan esensi demokrasi Amerika – kesempatan bagi siapa saja, termasuk seorang imigran Muslim berusia 34 tahun, untuk mencapai jabatan tertinggi di kota terbesar negara ini. Undoubtedly, perjalanan politik Zohran Mamdani baru saja dimulai, dan dampak kepemimpinannya terhadap New York dan politik nasional Amerika masih akan terus kita saksikan dalam tahun-tahun mendatang.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.